Kehidupan ini tak selamanya indah. Senang dan duka datang silih
berganti. Hal ini semakin memantapkan hati untuk menilai kehidupan dunia
ini adalah semu. Kebahagiaannya semu. Kesedihannya semu.
Ada kehidupan selanjutnya di hadapan kita. Itulah negeri akhirat.
Abadi dan hakiki. Di sanalah tempat istirahat dan bersenang-senang yang
hakiki, yakni di surga-Nya yang penuh limpahan rahmad dan kenikmatan.
Atau kesengsaraan hakiki, di nereka yang panas membara. Tempat kembali
orang-orang durhaka kepada Sang Pencipta.
Teringat olehku perkataan yang tersimpan dalam kalbu. Di mana seorang pernah menasehatkan,
“Ketahulilah
yang selamat hanyalah sedikit. Sesungguhnya tipuan dunia akan hilang.
Semua kenikmatan selain surga akan sirna. Dan semua kesusahan selain
neraka adalah keselamatan.”
Pembaca yang kami muliakan. Perlu kita sadari bahwa kesenangan dunia
dan kesengsaraannya adalah ujian dari Tuhan semesta alam. Apakah menjadi
hamba yang bersyukur saat diberi nikmat dan sabar saat diberi cobaan,
ataukah sebaliknya. Karena dunia ini adalah
daarul ibtilaa’ (negeri tempat ujian dan cobaan). Allah
‘azzawajalla berfirman,
وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً ۖ وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
“Wahai manusia, Kami akan menguji kalian dengan kesempitan dan
kenikmatan, untuk menguji iman kalian. Dan hanya kepada Kamilah kalian
akan kembali” (QS. Al-Anbiya: 35).
Ikrimah –
rahimahullah– pernah mengatakan,
ليس أحد إلا وهو يفرح ويحزن، ولكن اجعلوا الفرح شكراً والحزن صبر
“Setiap insan pasti pernah merasakan suka dan duka. Oleh karena itu, jadikanlah sukamu adalah syukur dan dukamu adalah sabar.”
Senang dan duka adalah
sunatullah yang pasti mewarnai
kehidupan ini. Tidak ada seorang manusia pun yang terus merasa senang,
dan tidak pula terus dalam duka dan Kesedihan. Semuanya merasakan senang
dan duka datang silih berganti. Jangankan kita, generasi terbaik umat
ini, para wali Allah, yakni para sahabat Nabi
shallallahu’alaihi wa sallam pun pernah dirundung kesedihan. Allah menceritakan keadaan mereka saat kekalahan yang mereka alami dalam perang uhud.
وَتِلْكَ الْأَيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ
النَّاسِ وَلِيَعْلَمَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَيَتَّخِذَ مِنْكُمْ
شُهَدَاءَ ۗ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ الظَّالِمِين
“Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan diantara
manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah ingin memberi
bukti kebenaran kepada beriman (dengan orang-orang kafir) dan
menjadikan sebagian diantara kalian sebagai syuhada’. Allah tidak
menyukai orang-orang yang zalim” (QS. Ali Imran: 140).
Allah yang menciptakan kebahagiaan dan Kesedihan agar manusia
menyadari nikmatnya kebahagiaan, sehingga ia bersyukur dan berbagi. Dan
sempitnya Kesedihan diciptakan agar ia tunduk bersimpuh di hadapan Tuhan
yang maha rahmat dan mengasihi, serta tidak menyombongkan diri.
Hinggalah ia mengadu harap di hadapan Allah. Merendah merengek di
hadapan Allah. Bersimpuh pasrah kepada Tuhan yang maha penyayang.
Seperti aduannya Nabi Ya’qub saat lama berpisah dengan putra tercinta;
Yusuf
‘alaihimas sasalam
إِنَّمَا أَشْكُو بَثِّي وَحُزْنِي إِلَى اللَّهِ
“Sesungguhnya hanya kepada Allah aku mengadukan penderitaan dan kesedihanku” (QS. Yusuf: 86).
Ada saja hikmah dalam ketetapan Allah yang maha hakim (bijaksana) itu.
وَأَنَّهُ هُوَ أَضْحَكَ وَأَبْكَىٰ
“Dialah Allah yang menjadikan seorang tertawa dan menangis” (QS. An-Najm: 43).
Oleh karena itu, tidaklah tercela bila seorang merasa sedih. Itu
adalah naluri. Tak ada salahnya bila memang sewajarnya. Terlebih bila
sebab-sebab kesedihan itu suatu hal yang terpuji. Seperti yang dirasakan
orang beriman saat melakukan dosa, di mana Nabi mengabarkan bahwa itu
adalah tanda iman.
مَنْ سَرَّتْهُ حَسَنَاتُهُ وَسَاءَتْهُ سَيِّئَاتُهُ فَهُوَ الْمُؤْمِنُ
“Barangsiapa yang merasa bergembira karena amal kebaikannya dan
sedih karena amal keburukannya, maka ia adalah seorang yang beriman” (HR. Tirmidzi).
Atau seorang merasa sedih saat tertinggal shalat jamaah di masjid,
menyia-nyiakan waktu, tertidur di sepertiga malam terakhir hingga luput
dari sholat tahajud, ini suatu hal yang terpuji. Ini tanda adanya cahaya
iman dalam hatinya.
Yang tercela adalah saat seorang larut dalam sedihnya. Hingga membuat
hatinya lemah, tekadnya meredup, rasa optimisnya menghilang, kesedihan
yang menghancurkan harapan. Sampai membuatnya tidak mau bergerak, tidak
ada
ikhtiyar untuk mengubah keadaannya untuk menjadi insan yang bahagia.
Yang tercela kesedihan yang membuatnya lemah untuk meraih ridha
Allah, bahkan membawanya pada keputusasaan dan membenci takdir Allah.
Karena seringkali setan memanfaatkan kesedihan untuk menjerumuskan
manusia. Betapa banyak orang-orang yang tergelincir dari jalan Allah
karena larut dalam kesedihan. Oleh karenanya, Nabi
shallallahu’alaihi wa sallam senantiasa berlindung dari rasa sedih. Di antara doa yang sering dipanjatkan Nabi adalah,
اللهم إني أعوذ بك من الهم والحزن ..
// Allahumma innii a’uudzubika minal hammi wal hazani…//
“Ya Allah aku berlindung kepadaMu dari gundah gulana dan rasa sedih…” (HR. Bukhari dan Muslim).
Tidak perlu berlama-lama memendam kesedihan dalam hatimu. Banyak yang
tak menyadari, ternyata setan senang melihat seorang mukmin bersedih.
Ia amat menginginkan kesedihan itu ada pada orang-orang beriman. Allah
‘azzawajallamengabarkan dalam firmanNya,
إِنَّمَا النَّجْوَىٰ مِنَ الشَّيْطَانِ
لِيَحْزُنَ الَّذِينَ آمَنُوا وَلَيْسَ بِضَارِّهِمْ شَيْئًا إِلَّا
بِإِذْنِ اللَّهِ ۚ وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ
“Sesungguhnya pembicaraan bisik-bisik itu hanyalah dorongan dari
setan. Supaya menjadikan hati orang-orang beriman sedih. Padahal
pembicaraan rahasia untuk menggunjing tidak akan merugikan orang-orang
beriman sedikitpun, kecuali dengan kehendak Allah. Hanya kepada
Allah-lah hendaknya orang-orang yang beriman bertawakkal” (QS. Al-Mujadilah: 10).
Tahukah anda wahai pembaca sekalian. Ternyata bila kita amati,
kata-kata sedih dalam Al-Qurán tidaklah datang kecuali dalam konteks
larangan atau kalimat negatif (peniadaan). Sebagaimana yang dijelaskan
Ibnul Qoyyim
rahimahullahdalam bukunya
Madaarijus Saalikiin.
Dalam konteks larangan, misalnya adalah firman Allah
‘azza wa jalla,
وَلَا تَهِنُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ الْأَعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
“Janganlah kamu lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati,
karena kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu
orang-orang yang beriman” (QS. Ali Imran: 139).
وَلَا تَحْزَنْ عَلَيْهِمْ
“Dan janganlah kamu berduka cita terhadap mereka” (QS. An-Nahl: 127). Beberapa ayat juga berbunyi senada.
Kemudian firman Allah ta’ala,
لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا ۖ
“Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita” (QS. At-Taubah: 40)
Adapun dalam konteks kalimat negatif (peniadaan) misalnya firman Allah ta’ala,
لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
“Mereka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati” (QS. Al-Baqarah: 38)
Apa rahasia dari semua ini? Ibnul Qoyyim
rahimahullah menjelaskan,
وسر ذلك أن الحزن موقف غير مسير، ولا مصلحة
فيه للقلب، وأحب شيء إلى الشيطان :أن يحزن العبد ليقطعه عن سيره ويوقفه عن
سلوكه، قال الله تعالى : {إِنَّمَا النَّجْوَى مِنَ الشَّيْطَانِ
لِيَحْزُنَ الَّذِينَ آمَنُوا }
Rahasianya adalah, karena kesedihan adalah keadaan yang tidak
menyenangkan, tidak ada maslahat bagi hati. Suatu hal yang paling
disenangi setan adalah, membuat sedih hati seorang hamba. Hingga
menghentikannya dari rutinitas amalnya dan menahannya dari kebiasaan
baiknya. Allah
subhanahu wa ta’alaberfirman,
إِنَّمَا النَّجْوَىٰ مِنَ الشَّيْطَانِ لِيَحْزُنَ الَّذِينَ آمَنُوا
“Sesungguhnya pembicaraan bisik-bisik itu adalah dari syaitan, supaya
orang-orang yang beriman itu berduka cita” ([QS. Al-Mujadalah: 10].
Madaarijus Saalikiinhal: 1285).
Islam Menginginkanmu Bahagia
Bersyukurlah anda atas nikmat Islam. Karena Islam adalah agama yang menginginkan anda untuk senantiasa bahagia. Allah
‘azza wa jalla.
Sang Pembuat Syariat ini tak ingin melihat hamba-Nya bersedih hati.
Oleh karenanya, Islam diturunkan untuk membawa kebahagiaan bagi segenap
makhluk, bukan untuk menyusahkan. Dalam surat Thaha Allah berfirman,
مَا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لِتَشْقَىٰ
“Kami tidaklah menurunkan Al Quran ini kepadamu untuk membuatmu susah”(QS. Thaha: 2). Artinya, Islam diturunkan untuk membuatmu bahagia.
Bahkan, saat seorang jauh dari Islam, saat Itulah kesedihan hakiki
akan menghampirinya, dia memang pantas untuk mendapat kesedihan,
Bila kita perhatikan sebuah hadis Nabi
shallallahu’alaihi wa sallam, maka kita bisa memyimpulkan sebuah kesimpulan yang indah. Di mana Nabi
shallallahu’alaihi wa sallam pernah bersabda,
إِذَا كُنْتُمْ ثَلَاثَةً فَلَا يَتَنَاجَى رَجُلَانِ دُونَ الْآخَرِ حَتَّى تَخْتَلِطُوا بِالنَّاسِ أَجْلَ أَنْ يُحْزِنَهُ
“Jika kalian bertiga maka janganlah dua orang berbicara/berbisik
bisik berduaan sementara yang ketiga tidak diajak, sampai kalian
bercampur dengan manusia. Karena hal ini bisa membuat orang yang ketiga
tadi bersedih” (HR. Bukhori no. 6290 dan Muslim no. 2184).
Sekedar berbisik bila membuat saudaranya sedih saja dilarang. Ini
menunjukkan bahwa Islam begitu menjaga perasaan penganutnya dan amat
menginginkan kebahagiaan dalam hati setiap insan. Bahkan Allah senang
melihat tanda-tanda bahagia, itu tampak dalam diri kita.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ يُحِبَّ أَنْ يُرَى أَثَرُ نِعْمَتِهِ عَلَى عَبْدِهِ
Sesungguhnya Allah senang melihat bekas nikmat-Nya pada seorang hamba”(HR. Tirmidzi dan An Nasai).
Maka betapa indahnya Islam, agama yang mencintai kebahagiaan pada
dirimu, dan mengenyahkanmu dari duka cita, di dunia dan di akhirat.
Wahai saudara ku usirlah kesedihan dari hatimu. Jangan biarkan setan
memanfaatkannya. Karena setan selalu mengintai setiap gerak-gerik kita.
Sebagaimana Rasulullah kabarkan,
إِنَّ الشَّيْطَانَ يَحْضُرُ أَحَدَكُمْ عِنْدَ كُلِّ شَيْءٍ مِنْ شَأْنِهِ، حَتَّى يَحْضُرَهُ عِنْدَ طَعَامِهِ
“Sesungguhnya setan mendatangi kalian dalam setiap keadaan kalian. Sampai setan ikut hadir di makanan kalian” (HR. Muslim).
Terakhir sebagai penutup tulisan ini, kami ingin katakan,
“Anda seorang muslim? Berbahagialah!”
Wallahu ta’ala a’laa wa a’lam.
________
Kota Nabi
shallallahu’alaihi wa sallam, 9 Dzulqo’dah 1436 / 24-08-2015
Ditulis Oleh : Ahmad Anshori
Artikel :
Muslim.Or.id
/
link sumber